O rang Indonesia harus ekstra sabar dalam
browsing internet. Tarif internet di Indonesia termasuk paling mahal, belum lagi kecurangan
operator (menyedot pulsa) dan promosi menipu. Seolah otoritas Telkom tidak mampu mengawasi mereka. Ini pun bukan semata permainan kapitalis HITAM, karena para pembangun negeri kita juga sudah kehilangan visi mencerdaskan anak bangsa. Jadi, jangan bertanya mengapa harga
Internet mahal. Ini urusan pemerintah yang tidak mencari solusi Internet murah. Juga urusan para operator yang ingin mengeruk untung berjibun.
Daftar Negara dan Kecepatan Akses Internet
Berikut ini data terbaru dilansir dari
Yahoo! News, 23 April 2011
10 Negara dengan internet tercepat di desktop (dalam detik):
Republik Slowakia (3,3)
Korea Selatan (3,5)
Republik Czech (3,7)
Belanda (3,9)
Jepang (4)
Denmark (4,3)
Swiss (4,3)
Swedia (4,5)
Belgia (4,6)
Norwegia (4,8)
10 Negara dengan internet terlambat di desktop (dalam detik):
Chile (10)
Kolombia (10,2)
Peru (11,7)
Brasil (11,8)
Argentina (12,8)
Malaysia (14,3)
Venezuela (14,9)
India (15,1)
Filipina (15,4)
Indonesia (20,3)
10 Negara dengan internet tercepat di ponsel (dalam detik):
Korea Selatan (4,8)
Denmark (5,2)
Hong Kong (5,9)
Norwegia (6)
Swedia (6,1)
Estonia (6,2)
Republik Czech (6,3)
Jepang (6,4)
Romania (7,5)
Republik Slowakia (7,6)
10 Negara dengan internet terlambat di ponsel (dalam detik):
Malaysia (12,7)
Indonesia (12,9)
Singapura (12,9)
Meksiko (14,1)
Brasil (15,8)
Argentina (16,3)
India (16,4)
Thailand (17,4)
Saudi Arabia (21,2)
UEA (26,7)
Menurut Bloomberg, Google mengukur kecepatan internet di desktop dan ponsel di 50 negara. Laporan itu juga menyatakan bahwa Amerika Serikat ada di tengah-tengah. "Di desktop, butuh rata-rata 5,7 detik, sementara di ponsel butuh 9,2 detik yang buat orang AS terasa sudah sangat lama."
Email Brad Reed
- Dear Google Fiber,
- Please, please, please come to Boston and rescue me from Comcast
Email itu ditulis oleh Brad Reed, kolumnis terkenal majalah komputer ZDNet, tinggal di USA, salah satu surga Internet. Bayangkan! Tiap bulan, dia berlangganan Internet pita lebar seharga US$ 66 (Rp 627 ribu), dengan kecepatan 20 megabita per detik (Mbps).
Mengapa Brad Reed mengeluhkan pemakaian internetnya? Orang Indonesia yang fakir
bandwidth Internet saja sangat bersabar dan tidak pernah memprotes.
Burhan, menulis pengalaman di Tempo Interaktif, 22 Desember 2012, seperti berikut:
Dengan harga serupa, Rp 627 ribu, di Jakarta kita cuma dapat Internet dengan speed 1 Mbps. Itu bila memakai layanan Telkom Speedy seharga Rp 645 ribu per bulan.
Saya masih tergolong orang yang beruntung untuk ukuran Jakarta. Hanya dengan membayar Rp 550 ribu sebulan, saya bisa menikmati Internet berkecepatan 3 Mbps, tayangan dari ratusan saluran TV kabel, dan 24 tayangan saluran TV berkualitas tinggi atau high definitions dari First Media. Pada Januari mendatang, malah kecepatannya unduhnya akan naik menjadi 5 Mbps dengan harga yang sama.
Rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau. Itu yang menggoda Brad Reed melirik ke Kansas City. Siapa yang tidak iri melihat persamuhan bos-bos Google dengan Wali Kota Kansas. Mereka sepakat menyediakan Internet berkecepatan 5 megabita per detik bagi warga Kansas City. Dengan kecepatan itu, satu film James Bond berkualitas gambar DVD bisa diunduh kurang dari setengah jam. Biayanya? Gratis. Hanya yang ingin memasang cuma dikenai biaya US$ 300 untuk menarik kabel serat optik. Layanan Google Fiber ini telah dicicipi sejak November lalu.
Siapa yang tidak cemburu melihat kebaikan Google Fiber ini? Perbandingan antara Internet broadband dan layanan dial-up (internet melalui kabel telepon) ini bisa diibaratkan dua mobil yang melaju dari Jakarta menuju Bandung. Bedanya, mobil Google Fiber ini 100 kali lebih cepat sampai ketimbang mobil dial-up.
Google Fiber berjanji dalam waktu dekat akan meningkatkan speed internet di Kansas menjadi 1 gigabita/detik. Artinya, film James Bond diunduh hanya dalam 5 kedipan mata.
Google tak ingin membunuh perusahaan penjual jasa Internet yang sudah ada. Google hanya ingin menunjukkan bahwa rakyat berhak mendapat akses cepat. Itu akan membawa dampak ekonomi yang luar biasa. “Sejarah telah diukir di Kansas,” kata Patrick Pichette, Chief Financial Officer Google.
Jadi, kalau kita masih menikmati layanan Internet yang byar-pet, silakan cemburu pada Kansas dan Google Fiber. Mintalah Pak Gubernur Joko Widodo merayu Google, dan mari menulis surat kepada Google.
Dear Google Fiber,
Please, please, please come to Jakarta and rescue me from the bad operators.
Google Fiber